KITE Kemudahan Impor Tujuan Ekspor

03.55

Hari ini saya ingin belajar tentang apa yang disebut dengan Fasilitas KITE. Berhubung mungkin banyak dari kita yang belum familiar dengan istilah ini, maka disini akan saya uraikan satu persatu tentang apa sih sebenarnya Fasilitas KITE dan apa yang ada di dalamnya.

Apa itu KITE?

Pengertian_Fasilitas_KITE_Kemudahan_Impor_Tujuan_Ekspor
Fasilitas KITE adalah salah satu fasilitas dari Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk meningkatkan ekspor Non-Migas.
KITE adalah singkatan dari Kemudahan Impor Tujuan Ekspor. KITE itu sendiri adalah salah satu dari berbagai fasilitas fiskal yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau yang biasa disebut dengan DJBC. Jadi, apabila perusahaan di Indonesia telah memperoleh fasilitas KITE, maka barang yang diimpor untuk kemudian diolah, dirakit atau dipasang pada barang yang nantinya akan dijual ke luar negeri (diekspor) dapat diberikan pembebasan atau keringanan pembayaran bea masuk. Menarik bukan?

Dasar Hukum KITE

Dasar hukum yang paling mendasar dari pemberian fasilitas KITE oleh DJBC ini adalah Pasal 26 Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 10 tentang Kepabeanan yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 26
(1) Pembebasan atau keringanan bea masuk dapat diberikan atas impor :

  1. barang dan bahan untuk pembangunan dan pengembangan industri dalam rangka penanaman modal;
  2. mesin untuk pembangunan dan pengembangan industri;
  3. barang dan bahan dalam rangka pembangunan dan pengembangan industri untuk jangka waktu tertentu;
  4. peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan;
  5. bibit dan benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan, atau perikanan;
  6. hasil laut yang ditangkap dengan sarana penangkap yang telah mendapat izin;
  7. barang yang mengalami kerusakan, penurunan mutu, kemusnahan, atau penyusutan volume atau berat karena alamiah antara saat diangkut ke dalam daerah pabean dan saat diberikan persetujuan impor untuk dipakai;
  8. barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
  9. barang untuk keperluan olahraga yang diimpor oleh induk organisasi olahraga nasional;
  10. barang untuk keperluan proyek pemerintah yang dibiayai dengan pinjaman dan/atau hibah dari luar negeri;
  11. barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor
(2) Dihapus
(3) Ketentuan mengenai pembebasan atau keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.
(4) Orang yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan atau keringanan bea masuk yang ditetapkan menurut Undang-Undang ini wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.

Dasar Hukum Lama
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.011/2011 Tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 Tentang Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Dan Pengawasannya
  • Peraturan Dirjen Bea Cukai Nomor 9/BC/2011 Tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor KEP-205/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Laksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya
  • Keputusan Dirjen Bea Cukai Nomor 205/BC/2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor
Dasar hukum yang terbaru lihat di bawah :

Jenis KITE

Atas dasar amanat yang terkandung pada pasal 26 UU 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU 10 tentang Kepabeanan itu, maka fasilitas KITE ini terbagi jadi dua jenis yaitu apa yang disebut sebagai KITE Pengembalian dan KITE Pembebasan. Oleh karena ayat (3) telah secara jelas diundangkan bahwa ketentuan mengenai pembebasan dan keringanan tersebut diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri, dalam hal ini adalah Menteri Keuangan, maka Menkeu menerbitkan dua peraturan terpisah yang mengatur tentang KITE Pengembalian dan KITE Pembebasan.

KITE Pengembalian diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 253/PMK.04/2011 sedangkan KITE Pembebasan diatur dalam Peraturan Menteri Kuangan atau PMK Nomor 254/PMK.04/2011.

PMK yang mengatur tentang KITE Pembebasan itu sendiri telah diubah dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan alias PMK Nomor 176/PMK.04/2013.

Lebih lanjut, Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau DJBC selaku Eselon 1 Kementerian Keuangan juga telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) terkait hal yang sama. Perdirjen ini berfungsi untuk mengatur tata laksana dan petunjuk teknis dari pelaksanaan pemberian fasilitas tersebut.

KITE Pengembalian

Telah disebutkan sebelumnya bahwa ada dua jenis fasilitas KITE, yaitu KITE pengembalian dan KITE pembebasan. KITE Pengembalian mewajibkan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor saat pengajuan PIB. Pembayaran ini nantinya dapat dimintakan pengembalian setelah dilakukan realisasi ekspor atas PIB tersebut. Sedangkan dalam KITE Pembebasan, bea masuk dan pajak yang terutang pada saat impor barang dapat ditutup dengan jaminan. Nantinya ketika barang impor telah diolah dan kemudian diekspor maka jaminan dikembalikan.

KITE Pembebasan

Fasilitas_KITE_Pembebasan
Fasilitas KITE Pembebasan
Lebih lanjut terkait KITE Pembebasan, fasilitas ini juga meliputi PPN dan PPnBM. PMK 176/PMK.04/2013 menyebutkan bahwa atas impor bahan baku, termasuk bahan penolong, untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor dapat diberikan Pembebasan. Yang dimaksud dengan pembebasan adalah tidak dipungutnya bea masuk, PPN dan/atau PPnBM yang terutang atas impor tersebut. Selain itu, atas pengeluaran bahan baku dalam rangka subkontrak juga tidak dikenakan PPN dan/atau PPnBM. Begitupun ketika barang subkontrak tersebut dimasukkan kembali ke perusahaan.

Tidak semua importir yang mengimpor barang dan nantinya barangnya diekspor dapat serta merta menggunakan fasilitas ini. Ada beberapa prosedur dan persyaratan yang wajib dipenuhi. Salah satunya, pengguna fasilitas ini sebelumnya harus mendaftarkan diri sebagai perusahaan penerima fasilitas KITE. Terhadap perusahaan yang mendaftar nantinya akan diberikan Nomor Induk Perusahaan (NIPER) yang diwujudkan dalam suatu surat penetapan. Sebagaimana disebutkan bahwa fasilitas KITE ini ada dua jenis, maka NIPER juga ada dua yaitu NIPER Pengembalian maupun NIPER Pembebasan.

Pemenuhan Lartas dan Jangka Waktu

Apakah fasilitas ini juga membebaskan lartas sebagaimana fasilitas Kawasan Berikat? Sayangnya tidak. Importasi dalam rangka fasilitas KITE wajib memenuhi perijinan yang diperlukan dalam rangka impor baik itu lartas border maupun lartas post border. PMK 176/PMK.04/2013 menyebutkan bahwa atas impor bahan baku diberlakukan ketentuan umum di bidang impor, termasuk ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai larangan dan/atau pembatasan impor. Atas impor bahan baku yang dikenakan cukai, juga diberlakukan ketentuan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang cukai. Begitupun dengan bea keluar, jika hasil produksi merupakan barang yg dikenakan bea keluar maka perusahaan juga wajib membayar bea keluar atas ekspor produknya.

Ketika perusahaan mengimpor barang dalam rangka fasilitas KITE, adakah jangka waktu yang dipersyaratkan untuk barang tersebut harus diekspor? Ya. Barang yang diimpor dalam fasilitas KITE harus diekspor dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal importasi. Jangka waktu ini dapat ditetapkan lebih dari 12 bulan dalam hal perusahaan memiliki masa produksi lebih dari 12 bulan. Perusahaan juga dapat mengajukan perpanjangan periode, namun hanya dapat diajukan oleh sebelum periode berakhir. Pengajuan perpanjangan dapat disetujui dalam hal:

  • terdapat penundaan ekspor dari pembeli di luar negeri
  • terdapat pembatalan ekspor atau penggantian pembeli di luar negeri; atau
  • terdapat kondisi force majeure.

Sebagaimana fasilitas lainnya, fasilitas ini juga memiliki sanksi yang berat bila disalahgunakan. Perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan atau keringanan bea masuk wajib membayar bea masuk yang terutang. Selain itu, terhadap pelanggaran ini juga akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar. Salah satu contoh pelanggarannya adalah memperjualbelikan bahan baku yang diimpor dalam rangka fasilitas yang seharusnya diproduksi untuk kemudian diekspor.

FAQ terkait Fasilitas KITE :

NIPER KITE
  1. Apakah fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) itu?
    Jawab :
    Fasilitas KITE ada 2 yaitu :
    • Fasilitas pembebasan bea masuk dan PPN impor tidak dipungut atas impor bahan baku untuk diolah, dirakit, dipasang dan hasil produksinya diekspor
    • Fasilitas pengembalian bea masuk atas impor bahan baku untuk diolah, dirakit, dipasang dan hasil produksinya diekspor Pengertian Bea Masuk termasuk bea masuk tambahan seperti bea masuk anti dumping, bea masuk pembalasan, bea masuk safeguard, dan bea masuk imbalan.

  2. Siapa saja yang bisa menggunakan fasilitas KITE dan apa syaratnya?
    Jawab :
    Badan usaha industri manufaktur yang berorientasi ekspor dan telah mempunyai NIPER.

  3. Apakah NIPER itu dan bagaimana cara mendapatkannya?
    Jawab :
    NIPER atau Nomor Induk Perusahaan adalah nomor identitas yang diberikan kepada Perusahaan untuk dapat memanfaatkan fasilitas KITE. Untuk mendapatkan NIPER, badan usaha harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama (KPU) yang mengawasi lokasi pabrik atau tempat pengolahan berada dan harus memenuhi syarat dan kriteria yang ditentukan dalam pemberian NIPER yang diatur dalam PER-04/BC/2014 untuk NIPER Pembebasan dan PER-05/BC/2014 untuk NIPER Pengembalian.

    Referensi :
    • Pasal 3 PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013
    • Pasal 3 PER-16/BC/2012 jo. PER-04/BC/2014
    • Pasal 3 PMK 253/PMK.04/2011 jo. PMK 177/PMK.04/2013
    • Pasal 3 PER-15/BC/2012 jo. PER-05/BC/2014

  4. Apakah Perusahaan yang telah memiliki NIPER harus melakukan pendaftaran kembali untuk dapat fasilitas KITE?
    Jawab :
    Untuk perusahaan yang telah mempunyai NIPER, dengan diberlakukanya ketentuan Peraturan Menteri Keuangan nomor 176/PMK.04/2013 dan Peraturan Menteri Keuangan nomor 177/PMK.04/2013 tidak perlu melakukan daftar ulang, tetapi harus mengajukan perubahan data NIPER kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU penerbit NIPER.
    Referensi :
    • Pasal 5 PER-16/BC/2012 jo. PER-04/BC/2014
    • Pasal 5 PER-15/BC/2012 jo. PER-05/BC/2014

  5. Bagaimana tata cara perubahan data NIPER untukmemenuhi ketentuan dalam PMK 176 dan PMK 177? ( (terkait pertanyaan nomor 4)?
    Jawab :
    Data NIPER adalah database perusahaan pada sistem komputer pelayanan fasilitas KITE, dengan adanya perubahan peraturan maka ada beberapa data yang belum ada dalam ketentuan PMK lamasehingga perlu penyesuaian data terkait entitas, eksistensi dan kegiatan produksi perusahaan.
    Perusahaan cukup membuat surat permohonan perubahan data NIPER dan mengisi Daftar Isian tentang Entitas, Eksistensi dan Rencana Kegiatan Produksi disertai dengan dokumen bukti data isian dimaksud dalam bentuk soft copy.

    Referensi :
    • Lampiran II PER-16/BC/2012 jo. PER-04/BC/2014
    • Lampiran II PER-15/BC/2012 jo. PER-05/BC/2014

  6. Perluasan KB
  7. Apakah perubahan data NIPER akan mengakibatkan perubahan NIPER perusahaan?
    Jawab :

    Dalam hal perubahan data NIPER disetujui oleh Kepala Kantor Wilayahatau KPUpenerbit NIPER maka akan diterbitkan surat keputusan perubahan data NIPER disertai dengan lampiran surat keputusan tentang data yang mengalami perubahan. Surat Keputusan ini tidak merubah NIPER perusahaan.

  8. Kapan perusahaan harus melakukan kegiatan perubahan data NIPER?
    Jawab :
    Dalam hal adanya perubahan data dalam entitas, eksistensi, rencana kegiatan produksi, perusahaan harus segera mengajukan permohonan perubahan data NIPER. Dalam hal perusahaan tidak melakukan perubahan data NIPER maka NIPER dapat dibekukan.
    Referensi :
    • Pasal 5 PER-16/BC/2012 jo. PER-04/BC/2014
    • Pasal 5 PER-15/BC/2012 jo. PER-05/BC/2014

  9. Apakah NIPER ada masa berlakunya?
    Jawab :
    NIPER berlaku sampai dengan perusahaan tidak lagi memanfaatkan fasilitas KITE atau dicabut.

  10. Apakah perusahaan yang dicabut NIPER nya dapat mengajukan NIPER kembali?
    Jawab :
    Dalam hal pencabutan NIPER karena perusahaan atau penanggungjawab perusahaan terbukti melakukan tindak pidana yang telah mempunyai kekukatan hukum yang tetap atau telah dinyatakan pailit maka tidak dapat diberikan NIPER selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana dan atau penetapan pailit.
    Jadi pencabutan karena hal selain diatas dapat diajukan permohonan penerbitan NIPER.

  11. Apakah perusahaan yang baru berdiri bisa mendapatkan NIPER?
    Jawab :
    Pada intinya semua badan usaha industri manufaktur yang hasil produksinya untuk ekspor dapat memanfaatkan fasilitas KITE dengan memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam pasal 3 PER-04/BC/2014 untuk NIPER Pembebasan dan pasal 3 PER-05/BC/2014 untuk NIPER Pengembalian.

  12. Apakah perusahaan dapat memilih Kantor Wilayah atau KPU tertentu sebagai Kantor Wilayah atau KPU penerbit NIPER-nya?
    Jawab :
    Perusahaan tidak dapat memilih Kantor Wilayah atau KPU tertentusebagai Kantor Wilayah atau KPU penerbit NIPER-nya.Kantor Wilayah atau KPU penerbit NIPER adalah Kantor Wilayah atau KPU dimana lokasi pabrik berada. Bila perusahaan memiliki lebih dari 1 lokasi pabrik yang tidak berlokasi dalam 1 Kantor Wilayah atau KPU maka permohonan untuk penerbitan NIPER diajukan di Kantor Wilayah atau KPU dimana lokasi pabrik dengan frekuensi impor terbanyak berada.
    Referensi :
    • Pasal 3 ayat (4) PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013
    • Pasal 3 ayat (4) PMK 253/PMK.04/2011 jo. PMK 177/PMK.04/2013

  13. Jika perusahaan memiliki lebih dari 1 pabrik atau gudang, apakah harus didaftarkan semua dalam daftar isian eksistensi perusahaan?
    Jawab :
    Pabrik-pabrik atau gudang-gudang tersebut harus didaftarkan dalam data isian eksistensi perusahaan dalam hal pabrik-pabrik atau gudang-gudang tersebut akan digunakan untuk melakukan pengolahan atau penimbunan bahan baku yang mendapat fasilitas KITE.

  14. Bila NIPER perusahaan telah terbit, apakah masih diperlukan surat keputusan lain untuk dapat impor dengan fasilitas KITE?
    Jawab :
    Ketentuan dalam PMK 176/PMK.04/2013 tentang fasilitas pembebasan mengatur bahwa perusahaan yang telah mendapatkan NIPER pembebasan dapat langsung mengimpor bahan baku dengan mendapatkan fasilitas pembebasan, jadi tidak diperlukan lagi SK Pembebasan dengan masa berlaku dan kuota tertentu.

  15. Teknis Operasional
    Pemrosesan dan Hasil Produksi
  16. Berapa kuota bahan baku yang dapat diimpor dengan mendapatkan fasilitas KITE pembebasan?
    Jawab :
    Kuota bahan baku yang dapat diimpor dengan mendapatkan fasilitas KITE pembebasan adalah sebesar kapasitas produksi yang tercantum dalam Izin Usaha Industri perusahaan. Jadi bila perusahaan memiliki lebih dari 1 pabrik dan telah terdaftar dalam data entitas perusahan maka kapasitas produksi sebesar total dari seluruh jumlah kapasitas produksi dalam IUI-nya.

  17. Apakah perusahaan dapat mengimpor dengan memanfaatkan fasilitas KITE untuk semua jenis barang?
    Jawab :
    Fasilitas KITE diberikan untuk impor bahan baku yang akan diolah, dirakit, dipasang yang hasil produksinya diekspor. Jenis bahan baku yang dapat dimintakan fasilitas harus berkaitan dengan hasil produksi dan jenis industri perusahaan serta telah tercantum dalam database NIPER tentang Rencana Kegiatan Produksi.

  18. Bila perusahaan akan membuat produk baru yang belum terdaftar dalam database NIPER tentang Rencana Kegiatan Produksi , apakah bahan bakunya dapat diberikan fasilitas?
    Jawab :
    Bahan baku dimaksud dapat diberikan fasilitas dengan syarat perusahaan harus terlebih dahulu mengajukan perubahan data NIPER dengan menambahkan data hasil produksi dan data bahan baku yang akan digunakan dalam database NIPER tentang Rencana Kegiatan Produksi.

  19. Apakah perusahaan dapat mengimpor bahan baku dari KB atau GB?
    Jawab :
    Selain dari luar daerah pabean, perusahaan juga dapat mengimpor bahan baku dari GB atau KB dengan menggunakan dokumen BC.2.5 dengan tatacara penyerahan jaminan fasilitas KITE Pembebasan atau pembayaran bea masuk untuk fasilitas KITE pengembalian
    Referensi :
    • Pasal 8 PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013
    • Pasal 6 PMK 253/PMK.04/2011 jo. PMK 177/PMK.04/2013


  20. Jaminan
  21. Kapankah jaminan harus diserahkan dan berapa nilai jaminannya serta berapa lama masa kadaluarsa jaminan?
    Jawab :
    Untuk perusahaan penerima fasilitas KITE pembebasan harus menyerahkan jaminan kepada Kantor Wilayah atau KPU Penerbit NIPER sebelum importasi. Nilai jaminan yang diserahkan minimal sebesar nilai Bea Masuk ditambah PPN atau PPN dan PPnBM yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan impor. Masa berlaku jaminan minimal selama periode pembebasan (jangka waktu ekspor) ditambah 3 bulan sejak jaminan diserahkan. Periode pembebasan (jangka waktu ekspor) adalah jangka waktu antara importasi bahan baku dengan fasilitas KITE dengan kewajiban perusahan untuk mengekspor hasil produksinya.
    Referensi :
    Pasal 10 PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013

  22. Apakah perusahaan dapat menggunakan bentuk jaminan lain selain jaminan bank?
    Jawab :
    Perusahaan dapat menggunakan jaminan perusahaan (coorporate guarantee) dan jaminan asuransi (customs bond).
    Referensi :
    Pasal 10 PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013


  23. Pengeluaran Hasil Produksi dan Pertanggungjawaban
  24. Berapa lama jangka waktu pembebasan antara impor bahan baku dengan fasilitas KITE dengan kewajiban mengekspor hasil produksinya?
    Jawab :
    Jangka waktu importasi bahan baku dengan kewajiban perusahaan untuk mengekspor hasil produksinya (periode pembebasan atau jangka waktu ekspor) maksimal 12 bulan atau dapat lebih bila perusahaan memiliki masa produksi lebih dari 12 bulan.

    Referensi :
    • Pasal 7 PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013
    • Pasal 13 PMK 253/PMK.04/2011 jo. PMK 177/PMK.04/2013

  25. Bagaimana bila periode pembebasan atau jangka waktu ekspor telah berahkir dan perusahaan belum dapat merealisasikan ekspornya?
    Jawab :
    Bila periode pembebasan atau jangka waktu ekspor telah berakhir maka :
    • Jaminan dicairkan dan dikenai sanksi administrasi berupa denda, untuk perusahaan yang menggunakan fasilitas KITE pembebasan;
    • Bea masuk yang telah dibayar tidak dapat dimohonkan untuk dikembalikan, bagi perusahaan yang menggunakan fasilitas KITE pengembalian.

    Referensi :
    • Pasal 7 PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013
    • Pasal 13 PMK 253/PMK.04/2011 jo. PMK 177/PMK.04/2013

  26. Dapatkah periode pembebasan atau jangka waktu ekspor diperpanjang?
    Jawab :
    Periode pembebasan (jangka waktu ekspor) dapat diperpanjang dalam hal terdapat keadaan-keadaan:
    • Terdapat penundaan ekspor dari pembeli di luar negeri;
    • Terdapat pembatalan ekspor atau penggantian pembeli di luar negeri; dan/atau
    • Terdapat kondisi force majeure (keadaan di luar kendali seperti peperangan, bencana alam, kebakaran, atau bencana lainnya.
    Referensi :
    Pasal 7 PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013
    Pasal 13 PMK 253/PMK.04/2011 jo. PMK 177/PMK.04/2013

  27. Bagaimana cara untuk memperpanjang periode pembebasan atau jangka waktu ekspor?
    Jawab :
    Perusahaan harus mengajukan permohonan perpanjangan periode pembebasan atau jangka waktu ekspor kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPUpenerbit NIPER sebelum periode pembebasan atau jangka waktu eskpor berakhir.
    Permohonan tersebut disertai dengan bukti adanya kejadian diluar kendali perusahaan. Bila permohonan disetujui maka perusahaan harus menyerahkan jaminan pengganti atas bahan baku yang dimintakan perpanjangan periode pembebasannya.

    Referensi :
    • Pasal 7 PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013
    • Pasal 13 PMK 253/PMK.04/2011 jo. PMK 177/PMK.04/2013

  28. Bagaimana cara melaporkan pertanggungjawaban waste?
    Jawab :
    Pada ketentuan PMK 176/PMK.04/2013 dikenal ada 2 jenis waste yaitu waste yang berasal dari sisa proses produksi dan waste yang berasal dari kegiatan perusakan barang atau bahan.
    Untuk waste sisa proses produksi maka bentuk pertanggungjawabannya sudah masuk dalam perhitungan pemakaian bahan baku untuk menghasilkan hasil produksi yang diekspor.
    Untuk waste dari kegiatan perusakan maka bentuk pertanggungjawaban dengan membuat dokumen BC 2.4 dan disertai dengan faktur pajak penjualan atas waste tersebut.
    Bentuk pertanggungjawaban tersebut dilaporkan dengan laporan pemakaian bahan baku atau dikenal dengan form BCLKT.01.
    Referensi :
    Pasal 17 ayat (8) PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013

  29. Bolehkah perusahaan menjual waste sisa proses produksinya?
    Jawab :
    Pada prinsipnya bila waste tersebut merupakan sisa proses produksi dan telah diperhitungkan dalam konversi pemakaian bahan baku maka dianggap telah dipertanggungjawabkan.
    Perusahaan dapat menjual waste tersebut dengan menggunakan dokumen BC.24 dan disertai dengan faktur pajak.
    Referensi :
    Pasal 17 ayat (8) PMK 254/PMK.04/2011 jo. PMK 176/PMK.04/2013

  30. Apakah ada perbedaan cara pengisian dokumen pabean impor antara impor dengan fasilitas KITE dengan impor umum?
    Jawab :
    Dengan berlakunya ketentuan PMK 176 dan 177 maka tatacara pengisian kolom 19 pada PIB disesuaikan, yaitu :

    Fasilitas KITE Pembebasan :
    Pada kolom kecil disudut kolom 19 diisi kode “03” yaitu fasilitas Bapeksta
    Klik F6 untuk menu edit dokumen, akan muncul kode-kode pilihan, dan pilih kode “998” untuk fasilitas kemudahan ekspor.
    Langkah akhir ketik nomor NIPER pada kolom 19

    Fasilitas KITE Pengembalian :
    Pada kolom kecil di disudut kolom 19 dan jangan diisi
    Lalu ikuti langkah selanjutnya pada tatacara pengisian PIB fasilitas KITE Pembebasan.

You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook

Flickr Images