Kewajiban SK Label Berbahasa Indonesia

16.16

Dasar Peraturan SK Label

Kewajiban pencantuman label berbahasa Indonesia pada barang impor diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia nomor 67/M-DAG/PER/11/2013 tentang Kewajiban Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia Pada Barang yang ditetapkan pada tanggal 26 November 2013, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 10/M-DAG/PER/1/2014 tentang Perubahan atas Permendag nomor 67/M-DAG/PER/11/2013. Berikut ini adalah penjelasan singkat yang akan menerangkan tentang kewajiban pencantuman label dalam bahasa Indonesia terkait dengan impor, berdasarkan kedua peraturan tersebut.

Kewajiban Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia

Sebagaimana tertulis pada pasal 2 ayat (1) dalam peraturan tersebut: "Pelaku usaha yang memproduksi atau mengimpor Barang untuk diperdagangkan di Pasar dalam negeri sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri ini wajib mencantumkan Label dalam Bahasa Indonesia."

Kemudian dalam pasal 3 ayat (1) juga diatur ketentuan yang berbunyi: "Barang yang diimpor oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pada saat memasuki Daerah Pabean telah dicantumkan Label dalam Bahasa Indonesia."

Pasal 13 ayat (1) memuat ketentuan yang bunyinya: "Dalam hal Pelaku Usaha pada saat mengimpor Barang tidak melengkapi dokumen SKPLBI, Barang yang diimpor harus di re-ekspor sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan."

SKPLBI adalah singkatan dari Surat Keterangan Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia sebagaimana diterangkan dalam Pasal (1) angka 17 yang berbunyi: "Surat Keterangan Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia yang selanjutnya disingkat SKPLBI adalah surat yang menerangkan bahwa contoh Label yang disampaikan oleh Pelaku Usaha telah memenuhi ketentuan."

Pengecualian SK Label dalam Bahasa Indonesia

Pada pasal 14 ayat (1) tertulis bahwa: "Ketentuan Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia tidak berlaku untuk Barang sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, Lampiran IV, dan Lampiran V Peraturan Menteri ini, jika Barang dimaksud merupakan:
  1. Barang Curah yang dijual dan dikemas secara langsung di hadapan Konsumen; atau
  2. Barang yang diimpor sebagai:
    1. Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang digunakan dalam proses produksi;
    2. Barang Impor Sementara;
    3. Barang Re-impor;
    4. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
    5. Barang hibah, hadiah, atau pemberian untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan, pendidikan, atau untuk kepentingan penanggulangan bencana alam;
    6. Barang Contoh yang tidak untuk diperdagangkan;
    7. Barang Kiriman;
    8. Barang Penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas;
    9. Barang Pindahan;
    10. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
    11. Barang untuk keperluan instansi pemerintah/lembaga negara lainnya yang diimpor sendiri oleh instansi/lembaga tersebut; dan atau
    12. Barang yang diproduksi di dalam negeri sebagai Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang akan digunakan dalam proses produksi.

Sedangkan pada pasal 14 ayat (2), ditetapkan bahwa: "Dalam hal produsen, agen pemegang merk kendaraan bermotor, importir umum atau pemasok produsen kendaraan bermotor mengimpor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1 sampai dengan angka 6 harus memiliki SPKPLBI".

SPKPLBI adalah singkatan dari Surat Pembebasan Kewajiban Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia, sebagaimana tercantum dalam penjelasan pada pasal 1 angka 18 yang berbunyi sebagai berikut: "Surat Pembebasan Kewajiban Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia yang selanjutnya disingkat SPKPLBI adalah surat yang menerangkan bahwa Barang yang bersangkutan dikecualikan dari kewajiban pencantuman label."

You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook

Flickr Images